Timbul tenggelam menghadapi kanker payudara hingga akhirnya bisa berdamai dengan kanker.
Kanker yang divonis di awal pada tubuh Bu Yuni sudah hilang setelah pakai alat ECCT 4 bulan. Ia sempat biopsi dan dinyatakan ganas.
Ia mengandalkan alat ECCT saja. Entah apa yang membuatnya begitu yakin dengan ECCT.
Hasil mamografi dan USG awal menunjukkan adanya benjolan disertai benjolan kecil-kecil di sekitarnya. Hasil PA menunjukkan tipe ganas invasive ductal carcinoma grade 2. Umumnya tipe ini sangat dipengaruhi oleh hormon tubuh.
Hasil scan ECVT juga menunjukkan aktifitas listrik pada mamae kanannya yang sangat tinggi. Aktifitas listrik tubuh berkorelasi dengan aktifitas keganasan. Aktifitas listrik adalah setara dengan aktifitas positron (listrik positif) pada hasil scan PET yang biasa dipakai di RS. Ia memutuskan pengobatan metode medan listrik dengan ECCT.
Progresnya sangat mengesankan, karena 2 bulan pakai alat aktifitas listrik mamae kanannya turun dengan cepat. Setelah 4 bulan aktifitas listriknya sudah mendekati nol, alias normal. Hasil USGnya juga menunjukkan tak nampak benjolan lagi di kedua mamaenya.
Bu Yuni terus memakai alat ECCT-nya yang berupa rompi untuk preventif. Akan tetapi beberapa tahun kemudian di kedua mamaenya muncul kista, kemungkinan karena aktifitas hormon tubuhnya yang meningkat, terpicu oleh tekanan psikis.
Kista di kedua mamaenya muncul dan tenggelam selama lebih dari 7 tahun pakai alat. Hingga pada masa pandemi muncul benjolan baru yang keras di bagian tengah dadanya bagian atas. Tekanan psikis kemungkinan memuncak selama pandemi menyebabkan aktifitas hormon tubuhnya yang tak terkontrol, hingga alat ECCT pun tak mampu menekan.
Ia memutuskan tetap melanjutkan terapi dengan ECCT, karena ia menganggap telah berjuang menghadapi kanker dengan alat selama lebih dari 7 tahun. Alatnya diganti dengan selimut dan program alat terbaru yang sudah disesuaikan dengan tipe kankernya. Benjolannya mulai melunak, tetapi tak mengecil dengan cepat seperti di awal. Kemungkinan tipenya beda.
Ia terus berjuang dengan selimut ECCT-nya yang baru. Hingga suatu hari ia bertemu dengan lelaki yang kemudian menjadi pasangan hidupnya. Sehari sebelum esoknya hari pernikahan ia mengatakan kepada lelaki calon suaminya itu:
“Saya kalau tidur pakai selimut hitam ini, kalau mau lanjut silakan, tapi kalau nggak ya nggak apa-apa, ” katanya pada calon suaminya.
“Oh, tak apa-apa, “kata calon suaminya.
Akhirnya setelah 10 tahun ia menemukan obat untuk mengatasi tekanan psikisnya, suami yang menjadi selimut hidupnya, setelah lama berjuang sendirian dengan selimut kankernya.
Terakhir ketika ketemu untuk konsultasi dengan sedikit tersipu-sipu Bu Yuni bertanya: “Pak, kalau tangan suami saya masuk ke dalam selimut ECCT tak apa-apa?”
“Masuk semua juga tak masalah. Cuman tak dijamin apa yang terjadi setelahnya,” jawab yang ditanya.
“What happens in the blanket stays in the blanket.”
Semoga tetap sehat dan bahagia buat Bu Yuni.
(WS)
Tentang ECCT: https://c-techlabs.com/electro-capacitive-cancer-therapy-ecct-devices/