Kisah seorang ibu yang terkena kanker saat sedang hamil 2 bulan, sudah operasi payudara dan harus operasi pengangkatan kandungan serta kemo, tetapi batal setelah menemukan ECCT.

Nurhayati penyintas kanker Payudara pengguna ECCT sudah 10 tahun

Foto Bu Nurhayati ketika mencapai 5 tahun sebagai survivor (2019), dan 10 tahun (2024), bersama anak-anaknya.

Pertengahan 2013 Bu Nurhayati sedang mengandung anak pertama. Usia kandungan baru memasuki bulan kedua ketika didiagnosa kanker oleh dokter yang memeriksanya. Ia kemudian menjalani operasi mastektomi. Hasil patologi anatomi (pemeriksaan sel) menunjukkan tipe ganas (Non-Special Type (NST), Grade 3). Karenanya ia juga harus menjalani serangkaian kemo.

Tidak berhenti di situ, selain kemo setelah operasi pengangkatan payudara ia juga harus melakukan operasi pengangkatan rahim, berarti juga terpaksa harus menggugurkan kandungan. Tidak ada pilihan lain, prosedur medis sudah begitu.

Ia dan suaminya menghadapi dilema yang berat. Bukan hanya harus bertarung melawan waktu menghadapi kanker dengan tingkat keganasan tinggi yang bisa mengancam nyawanya, ia juga harus mengorbankan janin yang masih di dalam kandungan, anak pertamanya.

Di saat mengalami dilema berat itu, ia tahu kabar tentang ECCT, terapi listrik dengan voltase yang sangat rendah dengan tenaga batere yang sama untuk menggerakkan remote control TV. Alternatif yang paling memungkinkan untuk bisa melakukan terapi terhadap kankernya, tetapi masih bisa mempertahankan janinnya, tanpa kemo.

ECCT sendiri saat itu masih dalam pengembangan, dan sedang mengalami kontroversi luar biasa di kalangan medis. Ia hanya mempercayai kisah Bu Suwarni, orang yang pertama memakai alat ECCT yang dibuat oleh adiknya. Bu Suwarni melakukan mastektomi dulu juga sebelum pakai alat ECCT. Tipe kanker yang dialami oleh Bu Suwarni juga sama, NST Grade 3. Karenanya tanpa banyak berpikir ia bersama suaminya memutuskan untuk mengambil alternatif itu.

Bu Nurhayati memutuskan untuk membatalkan jadwal operasi mengangkat kandungannya, juga jadwal kemonya. Ia memilih menjalani perjuangannya melawan kanker dengan alat ECCT, sambil terus mempertahankan kehamilannya, hingga melahirkan.

Di masa awal-awal pakai alat progresnya tak begitu bagus, hasil scan aktifitas listrik sel menggunakan ECVT menunjukkan aktifitas yang terus meningkat, luka bekas operasinya juga tak kunjung mengering hingga masa melahirkan tiba. Tetapi ia tak berhenti terapi. Sampai akhirnya Bu Nurhayati melahirkan dengan selamat. Luka di bekas operasinya juga mulai mengering. beberapa titik di sekitar bekas jahitan yang sempat ada kemunculan lagi juga menghitam, mengering dan rontok.

1 tahun sejak pertama kali ia memakai ECCT kankernya bisa dibilang baru bersih. Berbeda dengan kasus Bu Suwarni yang mencapai bersih dalam waktu 2 bulan. Kemungkinan pada kasus Bu Nurhayati disebabkan oleh aktifitas hormon tubuhnya tinggi karena kehamilan. Aktifitas hormon adalah salah satu faktor yang krusial yang menghambat terapi kanker payudara pada umumnya, termasuk terapi dengan alat ECCT.

Perkembangan selanjutnya tak ada masalah bagi Bu Nurhayati. Kankernya tak pernah muncul lagi, tanpa kemo, tanpa harus mengangkat kandungannya. 5 tahun kemudian ia melahirkan anak kedua, disusul anak yang ketiga 2 tahun kemudian.

10 tahun sejak pertama kali ia diagnosa kanker payudara kondisinya sehat-sehat saja. Ketiga anaknya juga sehat-sehat. Ia masih menggunakan alat ECCT untuk preventif.

Semoga tetap sehat buat Bu Nurhayati sekeluarga (WS).

Tentang ECCT: