Rangdra baru berumur 11 tahun ketika didiganosa kanker ganas di sumsum tulang belakang (medulla spinalis) di bagian lehernya tahun 2012, hasil biopsi menunjukkan jenis medulloblastoma Telah menjalani radiasi, 2 tahun kemudian kambuh kembali, menjalani radiasi lagi ditambah kemo, berakhir lumpuh tak bisa jalan dan harus dibantu kursi roda. Tak ada alternatif lain setelah seluruh prosedur medis dilakukan dokter yang menanganinya merekomendasikannya untuk pakai alat ECCT. Rangdra menjadi kasus medulloblastoma (kanker sumsum tulang belakang) pertama yang dilakukan terapi dengan ECCT.
Pertengahan tahun 2012 Rangdra mengeluhkan leher yang tak bisa menengok ke kanan dan ke kiri dengan leluasa. Awalnya ia mengira hanya salah tidur atau pegal-pegal biasa. Tetapi lama-kelamaan keluhannya semakin parah. Akhirnya diantar oleh ayah dan ibunya ia periksa ke dokter saraf di rumah sakit besar swasta di Jakarta. Hasil MRI menunjukkan massa di area sunsum tulang belakang di bagian lehernya.
Rangdra kemudian menjalani serangkaian radiasi. Pasca radiasi kondisinya relatif membaik, keluhannya berkurang. Ia kembali menjalani aktifitas sehari-hari secara normal.
Tetapi hal itu hanya berlangsung kurang dari 2 tahun. Awal tahun 2014 keluhannya muncul lagi dengan intensitas lebih berat. Ia datang kembali ke dokter yang menanganinya pertama kali. Hasil MRI menunjukkan massa yang tumbuh kembali dengan ukuran lebih besar dibanding dengan ukuran pertama kali diketahui. Ia kemudian menjalani lagi terapi radiasi sebanyak 30X dan dilanjutkan kemo terapi sebanyak 6X.
Kondisinya tidak menjadi lebih baik setelah menjalani radiasi dan kemo kedua. Ia justeru mengalami kelumpuhan, tak bisa berdiri atau jalan. Ia harus dibantu dengan didorong di kursi roda untuk menjalani aktifitas sehari-hari yang semakin terbatas.Hasil MRI terbaru setelah radiasi dan kemo menunjukkan massa yang semakin membesar menjadi 10 cm X 2 cm X 2 cm, diameter sumsum tulang belakangnya mencapai 3X lipat dari ukuran normal.
Karena seluruh prosedur medis yang bisa dilakukan telah dijalankan, tetapi belum bisa mengatasi tumor ganas yang mencengkeram saraf pusat di sumsum tulang belakang Rangdra, akhirnya dokter yang menanganinya menulis surat rekomendasi yang ditujukan ke C-Care Riset agar Rangdra bisa dibuatkan alat terapi ECCT.
Terapi Rangdra dilanjutkan dengan ECCT, sambil terus dipantau oleh dokter yang menanganinya. Beberapa hari setelah pemakaian reaksinya sangat ekstrim, buang air besarnya berwarna hitam dan bau sangat busuk, keringatnya lengket dan bau sangat menyengat, buang air kecilnya keruh dan bau sangat menyengat.
Bersamaan dengan pembuangan yang sangat banyak kondisi Rangdra semakin membaik, keluhannya berkurang. Beberapa minggu pakai alat ia sudah mulai bisa menggerakkan kakinya, beberapa bulan ia mulai belajar berdiri. Setelah 1 tahun ia bisa jalan sendiri dan lepas dari kursi roda. Hasil MRI setelah 2 tahun menunjukkan massa tumor yang mulai menyusut, diameter massa menyusut menjadi di bawah 1 cm dari awalnya 2 cm, panjang relatif juga berkurang dari 10 cm menjadi kurang dari 7 cm, massa tumornya juga dominan kista berisi cairan yang belum terbuang dalam bentuk pula-pula yang semakin menipis.
Medulloblastoma adalah tumor invasif yang tumbuh cepat, tidak seperti kebanyakan tumor otak, menyebar melalui cairan serebrospinal dan sering bermetastasis ke berbagai lokasi di sepanjang permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Metastasis hingga ke cauda equina di dasar sumsum tulang belakang disebut “drop metastasis”.
Secara respon terhadap ECCT termasuk cepat, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pembuangan sel-sel mati juga relatif tak ada masalah, karena sel-sel mati akan langsung mengalir ke bawah melalui saluran serebrospinal hingga dasar sumsum tulang dan ke saluran pembuluh darah balik di sepanjang tulang belakang dan dibuang melalui eksresi tubuh berupa keringat, air seni dan buang air besar. Secara umum penanganan dengan ECCT untuk kasus ini relatif tak banyak isu selama kondisi umum masih memungkinkan.
Tingkat kelangsungan hidup relatif kumulatif untuk semua kelompok usia dan tindak lanjut histologi adalah 60%, 52%, dan 47% pada 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun, dengan anak-anak memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan orang dewasa.
Setelah Rangdra bisa jalan kembali ia menjadi jarang ke C-Care karena sudah mulai sibuk lagi masuk sekolah, melanjutkan sekolahnya yang sempat tertunda karena pengobatan. Sekolah SD yang sempat tertunda ia selesaikan dengan baik, lanjut SMP dan SMA hingga kuliah.
Lama tak datang ke C-Care Riset pertengahan tahun 2024 ia datang lagi, genap 10 tahun setelah pakai alat ECCT. Kondisinya relatif normal, sedikit keluhan tulang belakangnya yang masih mengalami spondylosis, selebihanya normal.Hasil MRI tahun 2017 sudah dinyatakan bersih. Saat ini ia sudah menyelesaikan kuliah di bidang IT dan bekerja sebagai ahli Data Science.
Semoga tetap sehat buat Rangdra, menjadi kebanggaan keluarga.