Ibu Herin didiagnosis tumor otak jenis meningioma di posisi tepat di belakang antara mata kanan dan kiri yang disebut area sella dan suprasella pada tahun 2012. Operasi tidak dapat menghilangkan semua rumor. Tumornya kambuh dan menyebar ke seluruh suprasella,mencengkeram saraf mata dan menempel pada batang otak, menimbulkan masalah penglihatan baginya. Lebih buruk lagi, doktermya mengatakan kemungkinan Bu Herin tidak akan bertahan lebih dari enam bulan. Operasi kedua tak mungkin, alternatif lain tak ada, ia mulai menggunakan ECCT pada akhir tahun 2012. Tumor berhenti berkembang setelah pakai alat ECCT, tetapi tak mudah buat Bu Herin untuk menerima kenyataan bahwa tumornya tidak bisa hilang, pandangannya tak bisa kembali sempurna, harus ikhlas menerima kondisi hanya bisa mengandalkan mata sebelah kirinya untuk melihat.Setelah sepuluh tahun, tampaknya tumor tersebut tidak berubah. Bu Herin terus memakai alat ECCT. Kondisinya dia sehat dan aktif, meskipun memiliki masalah penglihatan.

Ibu Herin survivor kanker batang otak

Gambar: Paling Kanan: Gambar MRI menunjukkan massa recurrence pasca operasi di area sella dan suprasella hingga menempel pada batang otak; Tumornya relatif sama, cenderung menyusut setelah 5 tahun dan 10 tahun (Gambar Tengah); Paling Kri: Foto Bu Herin yang nampak sehat dan aktif pada tahun 2024 setelah lebih hampir 12 tahun memakai ECCT.

Tahun 2011 Bu Herin sempat menjalani operasi tumor otak yang berada persis di belakang mata kanannya. Karena posisi tumor yang mencengkeram saraf mata kanannya, operasi berefek pada penglihatan mata kanannya jadi tak bisa melihat. Ia hanya bisa mengandalkan penglihatan dengan satu mata kirinya.

Tetapi itu juga hanya berlangsung tak lama. Kurang dari setahun setelah operasi ia merasakan mulai ada masalah juga di mata kirinya. Hasil MRI akhirn tahun 2012 menunjukkan massa tumor residif meningioma telah memenuhi area belakang mata kanannya yang disebut para cavernous meluas hingga ke tulang tengkorak di belakang matanya (sphenoid), ekspansi hingga area tengah otak yang disebut intra sella dan mendesak kelenjar hormon, juga penyebaran ke lobus otak besar sebelah kanan.

Massa residif dan penyebaran luas ke area sekeliling menyebabkan tak memungkinkan untuk melakukan operasi lagi. Efek penyebaran ke otak besar dan pendesakan ke kelenjar hormon juga bisa berefek fatal, dokternya mengatakan kemungkinan Bu Herin tak bisa bertahan lebih dari 6 bulan.

Karena awalnya adalah tumor jinak yang berubah menjadi invasif, karakter selnya adalah resistan terhadap terapi seperti radiasi maupun kemo. Setelah operasi ulang tak bisa dijalankan dan tak ada alternatif lagi yang bisa dilakukan secara medis, akhirnya Bu Herin mencoba ECCT mulai Maret 2013.

Sebenarnya tumor jinak atau tumor ganas dengan tingkat keganasan rendah (low grade) tak merespon baik terhadap terapi medan listrik seperti ECCT. Sebabnya karena tingkat sensitifitas listrik sel jinak relatif rendah dibanding sel dengan tingkat keganasan tinggi. Sel normal mempunyai tingkat sensitifitas listrik yang paling rendah dibanding dengan sel tumor jinak maupun ganas.

Tingkat sensitifitas listrik sebanding dengan aktifitas listrik ketika sel sedang mengalami pembelahan. Semakin ganas (high grade) semakin tinggi tingkat aktifitasnya, semakin sensitif terhadap gangguan atau stimulasi medan listrik dari luar, semakin mudah sel mengalami kematian ketika gangguan stimulasi medan listrik luar pada level hingga berefek pada proses pembelahan sel yang mengakibatkan apoptosis (sel mati secara terprogram).

Sel normal atau jinak mempunyai tingkat aktifitas listrik yang relatif rendah dan mempunyai tingkat proliferasi (pembelahan sel) yang lambat. Sehingga efek kematian sel juga relatif lambat. Untuk kasus tumor meningioma seperti yang dialami oleh Bu Herin hasil terbaik yang bisa dicapai adalah tumor tak berkembang. Untuk kasus tumor jinak kemungkinan besar massa tumor tak akan hilang dengan hanya menggunakan ECCT saja tanpa dioperasi.

ECCT selain menahan perkembangan tumor, juga berefek pada pelepasan pelengketan massa tumor dari jaringan sekitar, sehingga massa tumor jadi lebih mudah dioperasi. Umumnya penggunaan ECCT selama 3-4 bulan sudah cukup membuat massa yang melekat ke jaringan sekitar.

Akan tetapi untuk kasus yang dialami oleh Bu Herin untuk melakukan operasi setelah terjadi residif dan baru menggunakan alat akan tetap beresiko tinggi karena pertumbuhan massa residif yang sudah mencengkeram jaringan dan organ vital di sekitar massa. Ceritanya lain kalau dari awal memakai ECCT terlebih dahulu baru operasi, kemungkinan operasi awal jadi lebih bersih, kemungkinan muncul lagi juga kecil dengan pemakaian alat seterusnya pasca operasi.

Bu Herin memilih tak operasi untuk kedua kalinya. Ia cukup hanya pakai alat ECCT saja, menerima kenyataan bahwa massa tumor tak bisa hilang, serta kenyataan bahwa penglihatan mata kanannya sudah tak berfungsi. Ia harus ikhlas menerima kondisi hanya bisa mengandalkan mata sebelah kirinya yang juga sudah ada gangguan untuk melihat.

Bersyukur baginya karena indikasi invasi ke lobus otak besar hilang setelah pemakaian setahun menurut hasil MRI awal tahun 2014. Pendesakan ke arah kelenjar hormon dan batang otak dari depan juga berkurang.

Hasil MRI setelah 5 tahun pemakaian menunjukkan bahwa tumornya berhenti berkembang sejak pakai alat ECCT. Setelah sepuluh tahun, tampaknya tumor tersebut relatif tidak berubah, hanya cenderung menyusut sedikit.

Bu Herin terus memakai alat ECCT. Kondisinya dia sehat dan aktif, meskipun memiliki masalah penglihatan. Semoga tetap sehat buat Bu Herin (WS).