Kania didiagnosa low grade glioma di talamus (pusat saraf otak) yang sudah menginvasi ke jaringan vital sekitar pada tahun 2014, menyebabkan hilang keseimbangan, sulit bangun dan hidrosefalus. Kasusnya tak bisa dioperasi, Kania hanya mengandalkan alat ECCT. Kondisinya berangsur membaik meskipun progresnya tergolong lambat karena perkembangan tumornya yang lambat; Respon ECCT tergantung pada kecepatan perkembangan massa. Sempat hilang harapan, kini Kania sudah bisa kembali masuk sekolah normal, jadi penghafal Al-Quran. 

Gambar: Hasil scan MRI sebelum dan setelah pakai alat selama 4 tahun (kanan); Hasil perubahan tekanan otak direkam dengan alat ECVT setelah pemakaian 2 tahun dan 5 tahun (kedua dari kanan); Foto Kania bersama Dr. Warsito ketika mencapai 5 tahun dan 10 tahun sebagai survivor.

Kania baru berusia 8 tahun ketika divonis tumor otak pada Agustus 2014. Awalnya ia mengeluhkan sakit kepala, mual dan muntah, serta mengalami kejang. Karena muntah dan kejangnya sering muncul ayahnya kemudian membawanya ke dokter untuk konsultasi dan periksa CT scan.

Hasil CT menunjukkan massa sebesar 3 cm di pusat otak yang disebut thalamus (pusat saraf otak) merambah sampai mesensefalon sisi kanan dengan batas yang tak jelas (diffuse), diduga kanker jenis low grade glioma. Massa tumor mendesak saluran cairan otak yang menyebabkan terjadinya hidrosefalus.

Karena kemungkinan operasi pengangkatan tumor sangat kecil disebabkan posisi di pusat saraf otak dan sudah merambah ke jaringan sekeliling, ayahnya menolak untuk melakukan operasi. Saran dokter untuk pemasangan selang cairan otak (VP shunt) untuk mengurangi tekanan otak akibat cairan hidrosefalus juga ditolak.

Akibat dari massa tumor itu, Kania juga mengalami gangguan keseimbangan, motorik hingga penglihatan. Ayahnya akhirnya memutuskan untuk mencari berbagai pengobatan alternatif, termasuk herbal.

Ayah Kania akhirnya menemukan komunitas survivor kanker Lavender dan dikenalkan pada alat ECCT pada awal tahun 2016. Sempat mencoba sebentar di Yayasan Taman Lavender atas saran dokternya akhirnya orangtuanya memutuskan untuk minta dibuatkan alat khusus untuk Kania di Lab C-Care Riset Kanker, Tangerang.

Tipe low grade glioma seperti yang dialami oleh Kania adalah tipe tumor dengan tingkat keganasan rendah. Apabila diterapi dengan ECCT sel-sel matinya cenderung liat dan sangat rekat seperti lem (glue). Karenanya secara umum kasus low grade glioma mempunyai respon yang lambat terhadap ECCT karena pertumbuhan yang lambat (tahunan).

Penumpukan sel-sel mati yang liat di sekeliling massa tumor awal juga sulit terserap oleh sel-sel imun tubuh untuk dibuang melalui ekskresi tubuh seperti buang air besar, urin dan keringat. Penumpukan sel-sel mati yang berketerusan juga bisa menyebabkan radang berketerusan.

Akan tetapi untuk kasus Kania karena massa tumornya bersambungan langsung dengan jalur pembuangan cairan otak (ventrikel keempat), ada keuntungan hal itu menjadi lebih mudah terbuang melalui jalur cairan otak-tulang belakang (CSF) dan dibuang melalui usus dalam bentuk buang air besar.

Karenanya reaksi pembuangan kasus Kania setelah pemakaian alat cukup cepat dan ekstrim, ditandai buang air besar yang bau sangat menyengat disertai warna gelap cenderung hitam, dan buang air kecil dan gas yang sering dan bau sangat menyengat.

Perbaikan kondisi umum Kania juga relatif cepat. Motorik dan penglihatannya paling cepat mengalami perbaikan dalam sebulan. Pemakaian sebulan pertama Kania mengalami gejala seperti kejang ringan pada kaki seperti kesetrum, kemungkinan efek stimulasi alat pada saraf kakinya.

Setelah 3 bulan keluhannya hampir hilang. Kejang dan muntahnya hilang, kondisi umum cenderung sudah normal. Hanya matanya seperti belum bisa memandang lurus ke depan, kemungkinan tekanan di dalam otaknya akibat hidrosefalus belum sepenuhnya hilang.

Hasil CT scan setelah 2 tahun menunjukkan volume massa yang mengecil hingga separohnya dibanding hasil CT scan 4 tahun sebelumnya. Hanya karena CT scan tak diambil saat pemakaian di awal, pengurangan volume massa selama pakai alat tak bisa diketahui persis.

Memasuki tahun ke-9 sejak pertama kali divonis tumor otak, kondisi Kania semakin membaik. Hasil scan aktifitas otak Kania dengan ECVT terakhir (Feb 2023) sudah mendekati normal. Hanya masih ada sedikit tekanan pada area otak bagian belakang, mungkin berkorelasi dengan tekanan pada saraf mata di visual cortex akibat cairan otak yang kemungkinan masih menumpuk.

Saat ini usia Kania kini telah menginjak 18 tahun, ia sudah masuk sekolah normal, sudah mampu menghafal 10 jus Al-Qur’an. Semoga terus tumbuh dan tetap sehat buat Kania, menjadi berkah dan kebanggaan buat orangtua dan keluarga (WS).